P3kinews.com – Bengkulu
Panitia lelang proyek yang mengarahkan pemenang dapat dikenakan sanksi hukum, baik pidana maupun administratif. Sanksi ini dapat berupa denda, kurungan penjara, pencabutan hak mengikuti lelang, hingga sanksi daftar hitam.
Tindak Pidana Korupsi, Jika pengaturan pemenang lelang melibatkan kerugian negara, panitia lelang dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman penjara dan denda yang signifikan.
Persekongkolan Tender, Pengaturan tender atau persekongkolan tender merupakan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Persaingan Usaha. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berupa denda dan/atau pidana penjara.
Sanksi Administratif, Sanksi Daftar Hitam, Panitia lelang yang terbukti terlibat dalam pengaturan tender dapat dikenakan sanksi daftar hitam, yang berarti mereka tidak dapat lagi mengikuti lelang proyek pemerintah untuk jangka waktu tertentu.
Pencabutan Hak Mengikuti Lelang, Selain sanksi daftar hitam, panitia juga dapat dicabut haknya untuk mengikuti lelang proyek pemerintah di masa mendatang.
Denda, Panitia lelang juga dapat dikenakan denda administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta perubahannya, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 4 Tahun 2021 serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pengaturan tender dapat melibatkan berbagai pihak, termasuk panitia lelang, peserta tender, dan pihak lain yang terlibat dalam proses pengadaan. Sanksi yang dikenakan dapat berbeda-beda tergantung pada tingkat keparahan pelanggaran dan peraturan yang berlaku. Proses penjatuhan sanksi biasanya melibatkan pemeriksaan, pemberitahuan, dan kesempatan bagi pihak terkait untuk memberikan keberatan.
Dugaan kuat praktik kolusi, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang kembali mencuat dari lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. Proyek pembangunan rumah dinas puskesmas tahun anggaran 2024 diduga sarat rekayasa dan manipulasi lelang demi memenangkan pihak tertentu.
Proses tender dua proyek konstruksi yang diumumkan melalui LPSE Kota Bengkulu menunjukkan indikasi pengkondisian. Dari 29 perusahaan yang mengambil dokumen, hanya empat yang mengembalikan penawaran resmi.
Berikut peserta yang secara sah mengajukan penawaran:
1. CV Indo Karya Agung – Rp499.668.000,89
2. CV Lestari – Rp473.176.000,89
3. CV Santika Karya Konstruksi – Rp468.924.558,72
4. CV Alfa Zeyn – Rp464.722.807,50
Namun, proyek dimenangkan oleh CV Indo Karya Agung, yang tidak tercantum dalam daftar peserta yang mengembalikan dokumen penawaran secara resmi. Tiga perusahaan lain didiskualifikasi hanya karena kendaraan pick-up yang mereka tawarkan tidak sesuai dengan kapasitas CC yang disyaratkan—sebuah kriteria teknis yang dinilai ganjil dan tidak umum dalam proyek konstruksi.
Skema serupa terjadi pada proyek rumah dinas puskesmas di Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban. Proyek dimenangkan oleh CV Ujung Tanjung dengan nilai Rp497.949.711,88, meski ada perusahaan yang menawarkan harga lebih rendah. Lagi-lagi, alasan penolakan adalah spesifikasi kendaraan pick-up.
Kriteria CC kendaraan dalam tender konstruksi dinilai janggal, karena umumnya pengadaan alat angkut menggunakan indikator tonase (kg) atau kubikasi muatan, bukan kapasitas mesin. Hal ini memperkuat dugaan bahwa dokumen tender disusun dengan tujuan memenangkan peserta tertentu.
Ketua Konsorsium Nasional Pemantau Pengadaan Barang dan Jasa, Rahman Tamrin alias Pak RT, menyebut kasus ini sebagai bentuk korupsi struktural.
“Modus seperti ini bukan baru. Dokumen disusun seolah sah, tapi isinya menjebak peserta yang tidak ‘diinginkan’. Kalau Kejaksaan atau Tipikor serius, ini gampang dibongkar, datanya terbuka semua di LPSE,” ujarnya.
Sementara itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Agus, saat dimintai keterangan hanya memberikan jawaban normatif.
“Kalau ada temuan seperti itu, silakan disampaikan ke pihak berwenang,” ujarnya singkat.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak tinggal diam, mengingat dana APBD yang digunakan adalah milik publik dan harus dipertanggungjawabkan secara transparan. (Dved)