P3kinews.com – Padang lawas Sumatera Utara .
Skandal Bimtek dan Titipan Kegiatan Rugikan Desa: Benarkah Dana Desa Masih Milik Rakyat? Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa (DD) menjadi ujung tombak pembangunan di pelosok negeri. Alokasi yang terus meningkat tiap tahunnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur, ekonomi lokal, dan pelayanan publik di tingkat desa.
Namun, di tengah capaian positif tersebut, muncul kekhawatiran soal penyimpangan dalam pelaksanaannya. Sorotan tertuju pada pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diduga jadi ladang penyimpangan, serta adanya titipan kegiatan dari pihak luar yang menyimpang dari prinsip partisipatif pengelolaan Dana Desa.
Bimtek: Penguatan Kapasitas atau Ajang Pemborosan Bimtek pada dasarnya dirancang untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa — dari kepala desa, perangkat, hingga BPD — dalam hal pengelolaan anggaran, perencanaan program, dan akuntabilitas keuangan. Namun, praktik di lapangan menunjukkan potret berbeda.
“Bimtek yang seharusnya fokus pada penguatan kapasitas justru sering menjadi ajang pemborosan. Diselenggarakan di hotel-hotel mewah, biaya tinggi, tapi manfaatnya minim,” ujar Asrul Azis, pemerhati pembangunan Padanglawas, kepada media ini, Senin (29/4).
Menurutnya, banyak desa justru mengeluhkan kegiatan tersebut karena tidak sesuai kebutuhan prioritas. “Lebih parah lagi, beberapa Bimtek digelar oleh pihak ketiga tanpa kontrol desa. Desa hanya dijadikan objek pelaksanaan, bukan subjek perencana,” tambahnya.
Titipan Kegiatan: Intervensi Terselubung dari Pihak Luar
Tak hanya Bimtek, Asrul juga menyoroti dugaan titipan kegiatan dari oknum pemerintah daerah atau pihak luar yang menyelundupkan agenda mereka ke dalam APBDes tanpa melalui mekanisme Musrenbangdes.
“Proyek seperti pembangunan gapura atau monumen sering dipaksakan kepada desa. Ini jelas menyalahi semangat UU Desa yang memberi otonomi pada masyarakat untuk menentukan skala prioritasnya sendiri,” tegas Asrul.
Fenomena ini, lanjutnya, bisa berdampak serius terhadap akuntabilitas Dana Desa. “Jangan sampai Dana Desa hanya menjadi alat pencitraan elit lokal, bukan alat pemberdayaan rakyat,” katanya.
Aturan Ada, Tapi Implementasi Lemah
Meski regulasi pengelolaan Dana Desa telah diatur cukup rinci, termasuk pedoman Bimtek dan mekanisme perencanaan partisipatif, pelaksanaannya masih jauh dari ideal.
“Masalah utamanya adalah lemahnya pengawasan dan minimnya pemahaman aparatur desa. Selain itu, intervensi dari oknum-oknum berkepentingan masih marak,” kata Asrul.
Dia menyebut, selain keterbatasan SDM desa, minimnya pendampingan teknis turut memperburuk situasi.
Rekomendasi: Benahi Pengawasan, Perkuat Partisipasi
Asrul Azis memberikan beberapa rekomendasi konkret untuk mencegah penyalahgunaan Dana Desa:
Peningkatan Pengawasan Internal dan Eksternal
Pemda, Inspektorat, Kejaksaan, dan aparat penegak hukum harus aktif melakukan monitoring Dana Desa, termasuk dalam pelaksanaan Bimtek.
Penguatan Kapasitas Aparatur Desa
Pelatihan berkala dan pendampingan teknis penting agar kepala desa dan perangkatnya paham tata kelola keuangan yang benar.
Transparansi dan Keterlibatan Publik
Anggaran dan realisasi Dana Desa harus dipublikasikan secara terbuka, dan masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengawasan.
Penegakan Hukum Tegas
Oknum yang terlibat dalam praktik Bimtek fiktif, mark-up, atau titipan kegiatan harus diproses hukum tanpa pandang bulu.
Dana Desa Harus Kembali ke Tujuan Awal
Menutup pernyataannya, Asrul menegaskan pentingnya menjaga Dana Desa dari kepentingan sempit kelompok tertentu.
“Dana Desa harus kembali menjadi milik rakyat, bukan komoditas untuk bancakan kekuasaan. Ini tanggung jawab kita bersama — pemerintah, masyarakat, media — untuk menjaga niat mulia UU Desa tetap hidup,” pungkasnya. (Bonjovi)