P3kinews.com – Padangsidimpuan Sumatra utara
Kejaksaan Negeri (Kejari) Padangsidimpuan menetapkan AHH, mantan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dispora) Kota Padangsidimpuan periode 2021–2025 setelah di non aktifkan pada Januari 2025 lalu. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pengembangan destinasi wisata di Tor Hurung Natolu, Desa Baruas, Kecamatan Batunadua, Tahun Anggaran 2021. Penetapan tersangka diumumkan Selasa (2/9/2025), bertepatan dengan rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80.
Kepala Kejari Padangsidimpuan, Dr. Lambok M. J. Sidabutar, S.H., M.H., menyampaikan, penetapan AHH dilakukan setelah pemeriksaan saksi dan gelar perkara menemukan dua alat bukti yang cukup. “Penyidik telah menemukan bukti permulaan yang sah untuk menetapkan AHH sebagai tersangka,” tegas Lambok.
Usai pemeriksaan, penyidik menahan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-01/L.2.15/Fd/09/2025 tanggal 2 September 2025. AHH ditahan selama 20 hari di Lapas Kelas IIB Padangsidimpuan, hingga 21 September 2025. Penahanan dilakukan sesuai Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, karena dikhawatirkan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Kasus bermula dari kegiatan belanja modal Dispora Kota Padangsidimpuan pada 2021 berupa penaksiran harga tanah untuk destinasi wisata Tor Hurung Natolu. Proyek itu melibatkan Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Budi, Edy, Saptono dan Rekan dengan kontrak Rp49,7 juta. Hasil penilaian KJPP menetapkan harga tanah Rp765 juta. AHH kemudian memerintahkan PPTK, Hamdan Damero, menjadikan hasil tersebut sebagai dasar negosiasi.
Dari negosiasi, ditetapkan pembelian tanah milik Ashari Siregar (25.160 m²) senilai Rp375 juta dan tanah milik Muhammad Irpan Siregar (19.830 m²) senilai Rp300 juta, total Rp675 juta. Namun, hasil penilaian second opinion oleh KJPP DAZ dan Rekan menunjukkan nilai lebih rendah, Rp482,25 juta. Selisih nilai itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp119,9 juta, sebagaimana hasil audit ahli keuangan negara.
“Perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,” jelas Lambok. (RedAlhar).