P3kinews.com – labusel
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) diduga menghalangi upaya masyarakat untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan tidak terealisasinya program Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT CAS dan PT MAS.
Tak hanya itu, masyarakat juga menyoroti dugaan masalah terkait Hak Guna Usaha (HGU) kedua perusahaan tersebut.
Gerakan Peduli Tanjung Mulia (GPTM) pada 30 April lalu telah mengajukan permohonan RDP kepada DPRD Labusel. Namun, hingga kini, belum ada tanggapan.
Ketua GPTM, Arifin Rambe, menyatakan kekecewaannya. Ia menduga kuat adanya upaya dari salah satu DPRD untuk menghalangi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi mereka.
“Masyarakat Tanjung Mulia sudah muak melihat perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan dari bumi kami, tapi lupa tugas menyejahterakan masyarakat dan punya tanggung jawab sosial sesuai ketentuan,” tegas Arifin Rambe.
“Belum lagi kita bahas masalah HGU. Kami menduga kuat bahwa HGU dari kedua PT itu tidak jelas.”
Masyarakat Desa Tanjung Mulia Anshori Pohan mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap sikap DPRD Labusel yang terkesan tidak responsif dan justru diduga menghalangi aspirasi mereka. “Kami datang ke DPRD sebagai wakil rakyat, berharap mereka mau mendengarkan keluh kesah kami. Tapi apa? Permohonan RDP tidak direspons, malah ada dugaan upaya penghalangan,” ujarnya.
Mereka merasa bahwa wakil rakyat yang seharusnya menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah/perusahaan, justru menutup diri. “DPRD itu kan wakil kami. Seharusnya mereka memfasilitasi, bukan malah mempersulit. Kami jadi bertanya-tanya, apa kepentingan DPRD sampai-sampai enggan menemui rakyatnya sendiri?” tambah ny lagi.
Sikap ini menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat akan adanya ‘permainan’ atau kepentingan tersembunyi yang membuat DPRD enggan memfasilitasi RDP. Mereka berharap DPRD Labusel bisa kembali pada fungsinya sebagai pengawas dan pelindung kepentingan rakyat, bukan sebaliknya.
Khusus untuk Kabupaten Labuhanbatu Selatan, terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Labuhanbatu Selatan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Perda ini mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban perusahaan, program TJSP, hingga sanksi.
Dengan adanya dasar hukum yang jelas ini, baik di tingkat nasional maupun daerah, seharusnya perusahaan memiliki kejelasan mengenai kewajiban CSR mereka.
Dugaan penolakan atau penghalangan RDP oleh DPRD Labusel, jika terbukti, menjadi preseden buruk bagi tata kelola perusahaan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan daerah.
Dugaan masalah HGU yang diangkat oleh GPTM juga menambah daftar persoalan yang harus segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang demi keadilan bagi masyarakat Desa Tanjung Mulia. (Red)