Kronologi Kasus Korupsi Proyek KA yang Seret Eks Dirjen Kemenhub Jadi Tersangka
JAKARTA, P3KINEWS.COM – Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono (PB) ditangkap atas kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Sumatera Utara, Minggu (3/11/2024). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar menjelaskan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun.
Peran Prasetyo terungkap setelah penyidik mengembangkan kasus tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan para terdakwa lain. “Dalam perkara korupsi terkait rel kereta api ini, saat ini sedang dilakukan proses persidangan terhadap 7 tersangka. Kemudian dalam perkembangannya hari ini sudah ditetapkan satu lagi tersangka,” ujar Qohar saat konferensi pers, Minggu (3/11/2024).
Qohar memaparkan, kasus korupsi ini bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Medan memulai pembangunan jalur kereta api, dengan anggaran Rp 1,3 triliun dari Surat Berharga Syariah Negara
Namun dalam pelaksanaannya, Prasetyo memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial NSS untuk memecah proyek konstruksi tersebut menjadi 11 paket. “Dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara berinisial NSS untuk memenangkan 8 perusahaan dalam proses tender atau lelang,” kata Qohar. Setelah itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa berinisial RMY melaksanakan tender proyek, tanpa dilengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis.
Proses kualifikasi pengadaan juga dilakukan dengan metode yang bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa. “Dalam pelaksanaannya, diketahui pembangunan Jalan KA Besitang tidak didahului studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kemenhub,” ungkap Qohar
Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono (PB) ditangkap atas kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Sumatera Utara, Minggu (3/11/2024). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar menjelaskan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun. Peran Prasetyo terungkap setelah penyidik mengembangkan kasus tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan para terdakwa lain. “Dalam perkara korupsi terkait rel kereta api ini, saat ini sedang dilakukan proses persidangan terhadap 7 tersangka. Kemudian dalam perkembangannya hari ini sudah ditetapkan satu lagi tersangka,” ujar Qohar saat konferensi pers, Minggu (3/11/2024). memaparkan, kasus korupsi ini bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Medan memulai pembangunan jalur kereta api, dengan anggaran Rp 1,3 triliun dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Reformasi Tata Kelola Kehutanan dan Pertanahan, Namun dalam pelaksanaannya, Prasetyo memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial NSS untuk memecah proyek konstruksi tersebut menjadi 11 paket. “Dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara berinisial NSS untuk memenangkan 8 perusahaan dalam proses tender atau lelang,” kata Qohar. Setelah itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa berinisial RMY melaksanakan tender proyek, tanpa dilengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis. Besitang-Langsa Dituntut 8 Tahun Bui Proses kualifikasi pengadaan juga dilakukan dengan metode yang bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa. “Dalam pelaksanaannya, diketahui pembangunan Jalan KA Besitang tidak didahului studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kemenhub,” ungkap Qohar. Ia menambahkan bahwa konsultan pengawas, KPA, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga sengaja memindahkan jalur yang dibangun. sebagai Saksi Kasus TPPU Kondisi ini membuat jalur kereta api tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, dan berujung pada terjadinya penurunan tanah atau amblas. “Sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai,” ucap Qohar. Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC. Kini, Prasetyo sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya,
jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Halim Hartono, Akhmad Afif Setiawan, eks Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Rieki Meidy Yuwana, dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik telah merugikan negara Rp 1,1 triliun, Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; Beneficial Owner dari PT. Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana,